Hukum Perdata
Hukum perdata adalah hukum
atau ketentuan yang mengatur hak-hak,kewajiban,serta kepentingan antar individu
dalam masyarakat.Hukum perdata biasa dikenal dengan hukum privat.Hukum perdata
biasa menangani kasus yang bersifat privat atau pribadi seperti hukum
keluarga, hukum harta kekayaan, hukum benda, hukum perikatan dan hukum
waris.Dimana tujuannya adalah untuk menyelesaikan konflik yang terjadi diantara
kedua individu tersebut.
Hukum perdata terjadi
ketika seseorang mengalami suatu kasus yang bersifat tertutup(privat).Hukum
perdata terjadi dimana ketika suatu pihak melaporkan pihak lain yang terkait ke
pihak yang berwajib atas suatu kasus yang hanya menyangkut kedua individu
tersebut.
Berikut ini beberapa
pengertian hukum perdata menurut para ahli :
1. Sri Sudewi Masjchoen Sofwan
1. Sri Sudewi Masjchoen Sofwan
“Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya.”
2. Ronald G. Salawane
“Hukum Perdata adalah seperangkat aturan-aturan yang
mengatur orang atau badan hukum yang satu dengan orang atau badan hukum yang
lain didalam masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan
dan memberikan sanksi yang keras atas pelanggaran yang dilakukan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.”
3. Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H.
“Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan
perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya.”
4. Sudikno Mertokusumo
“Hukum Perdata adalah hukum antar perseorangan yang
mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang satu terhadap yang lain didalam hubungan berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat.”
5. Prof. R. Soebekti, S.H.
“Hukum Perdata adalah semua hak yang meliputi hukum
privat materiil yang mengatur kepentingan perseorangan.”
Hukum
perdata dapat dibagi menjadi hukum perdata
materil dan hukum perdata
formil.Hukum perdata materil berkaitan
dengan muatan atau materi yang diatur dalam hukum perdata itu sendiri,
sedangkan hukum perdata formil adalah hukum yang berkaitan dengan proses perdata atau
segala ketentuan yang mengatur mengenai bagaimana pelaksanaan penegakan hukum
perdata itu sendiri, seperti melakukan gugatan di pengadilan. Hukum perdata
formil juga dikenal dengan sebutan hukum acara perdata.Hukum acara formil
memiliki fungsi untuk mempertahankan isi hukum acara materil.selain itu hukum
perdata formil juga memiliki fungsi yaitu untuk mempertahankan hak dan
kepentingan seseorang.
Tujuan
Hukum perdata adalah memberikan perlindungan hukum untuk mencegah tindakan main
hakim sendiri dan untuk menciptakan suasana yang tertib.Atau dengan kata lain
tujuan hukum perdata adalah untuk mencapai suasan yang tertib hukum dimana
seseorang mempertahankan haknya melalui bsdsn peradilan sehingga tidak terjadi
tindakan sewenang-wenang.
Hukum
perdata memiliki sifat yang memaksa dan mengatur.Dalam pengertian ini,disebut
memaksa karena jika terjadi suatu proses acar perdata dipengadilan maka
ketentuan tidak dapat dilanggar melainkan harus ditaati oleh para pihak (kalau
tidak ditaati berakibat merugikan bagi pihak yang berperkara).Sedangkan
bersifat mengatur,maksudnya semua tindakan dan perbuatan diatur didalam
hukum,termasuk mengenai sanksi-sanksinya,dan dijadikan sebagai alat untuk
menundukkan masyarakat.
Agar lebih memahami tentang
permasalahan hukum perdata,sebagai contoh kita akan membahas masalah hukum
perdata yang lumrah terjadi di masyarakat,yaitu hukum perdata
warisan.Misalnya,sebelum meninggal seorang membuat sebuat surat wasiat atas
harta-hartanya yang akan dibagikan kepada anak-anaknya setelah ia meninggal
kelak.Setelah sang ayah meninggal,terjadi konflik antara anak-anak tersebut
sehingga terjadi perselisihan.Akhirnya salah satu anak melaporkan kejadian ini
kepada pihak yang berwajib(polisi).Ketika sang anak melaporkan kasus tersebut
ke polisi,itu merupakan suatu proses awal terjadinya hukum perdata.
Undang-undang
yang mempenngaruhi berlakunya hukum perdata :
a.Undang-undang
Pokok Agraria(UUPA)
b.Undang-undang
perkawinan(No.1 Thn 1974)
c.SEMA No.3/1963
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata(KUH Perdata) adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum
perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang
pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya
berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat
dengan BW. Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan
peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH
Perdata Hindia Belanda dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan
Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar. BW Hindia Belanda merupakan
induk hukum perdata Indonesia.
Indonesia Sebagai Negara Hukum
Indonesia
merupakan negara hukum, hal tersebut dinyatakan dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945
hasil amandemen. Berdasarkanrechstaat sebagai landasan
konseptual, itu menggambarkan bahwa Indonesia tanpa adanya konstitusi pun
merupakan negara yang selalu berdasarkan hukum. Ini pun menjadi
keadaan yang faktual seperti cerita lama Van Vollen Hoven yang menunjukkan
adanya 19 wilayah hukum (rechtskringen) di Indonesia.
Penegakkan Hukum Di Indonesia
Dari penjelasan di atas, pada dasarnya Indonesia tidak dapat dilepaskan
dari hukum. Kata hukum disini seperti hal yang sudah tidak ada
nilainya untuk rakyat menengah kebawah. Oleh karenanya, sudah
menjadi rahasia umum bahwa saat ini hukum ibarat sebuah pisau yang sangat tajam
jika digunakan ke bawah namun sangat tumpul jika digunakan ke
atas. Hukum di Indonesia saat ini dapat dikendalikan dengan mudahnya
oleh orang-orang yang berkuasa. Maksud orang-orang yang berkuasa
disini adalah unsur politik. Semuanya dapat dikendalikan, hal ini
memicu terjadinya Negara kekuasaan sentralis (machstaat).
Unsur
politik merupakan unsur utama yang menjadikan hukum di Indonesia seperti Negara
yang tidak mempunyai hukum. Banyak masalah-masalah Negara yang
ditimbulkan oleh unsur politik. Bahkan Ketua KPK pun mengakui
salah satu masalah Negara yaitu proses pemberantasan korupsi
terhambat oleh politik(Republika, Rabu, 27 Juli 2001). Kasus-kasus
hukum saat ini cenderung melibatkan organisasi politik dan
jabatan. Syafi’i ma’arif menyatakan jika keadaan hukum
saat ini tidak segera diatasi dan disembuhkan maka dalam jangka panjang akan
mengakibatkan lumpuhnya penegakkan hukum di Indonesia.
Hukum
saat ini cenderung sebagai alat untuk mewujudkan kepentingan para
penguasa-penguasa Negara. Pada masa kolonialisme, hukum dijadikan
alat untuk menjajah warga pribumi. Pada masa Presiden Soekarno hukum dijadikan
alat revolusi. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto hukum dijadikan alat
pembangunan. Adapun pada masa reformasi sampai sekarang hukum dijadikan alat
kekuasaan (politik). Hal ini yang menjadi salah satu faktor penyabab hancurnya
penegakkan hukum di Indonesia.
Faktor-Faktor Hancurnya Sebuah Penegakkan Hukum
1. Penegak hukum
menegakkan hukum sesuai dengan hukum namun tidak mewujudkan keadilan.
Contoh : pencurian sandal jepit yang terjadi beberapa waktu yang lalu.
2. Penegak hukum
menegakkan keadilan tanpa melandasinya dengan suatu hukum.
Hukum dan keadilan seharusnya berjalan seiringan. Penegak hukum perlu
menegakkan hukum namun juga penting memperhatikan sisi keadilan. Demikian juga
penegak hukum perlu menegakkan keadilan namun juga harus mendasarkannya pada
suatu aturan hukum.
Ketidakadilan Dalam Hukum
Dunia
hukum saat ini mendapatkan sorotan tajam dari berbagai masyarakat dalam negeri
maupun luar negeri. Bagaimana tidak, selain tidak benar-benar
dijalankan berdasarkan pancasila dan UUD, hukum Negara di Indonesia juga tidak
seimbang. Terlihat jelas bahwa kasus-kasus lebih memberatkan pada
masyarakat kecil seperti contoh di atas yaitu kasus sandal jepit sedangkan
para pejabat pemerintahan yang kasus-kasusnya bisa direkayasa dengan
mengandalkan uang dan jabatan tinggi, sampai saat ini kasus tersebut masih
belum selesai dengan tanggapan yang minim dari para penegak hukum pemerintahan
Indonesia. Hal tersebut membuktikan bahwa hukum di Indonesia tidak
sesuai dengan hukum Negara yaitu sila kelima dalam pancasila yang bunyinya : “Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Contoh
kasus yang membuktikan bahwa tidak adanya keadilan dalam hukum di
Indonesia. Di Indonesia kita bisa melihat seberapa
mudahnya memutar-balikkan suatu kasus. Bagaimana suatu kasus kecil dapat
menjadi besar, dan sebaliknya, kasus besar yang menghabiskan uang Negara bisa
di buat menjadi lebih ringan atau dianggap sebagai kasus kecil. Contoh saja di
Banyumas, Jawa Tengah seorang nenek mengambil 3 buah kakao yang bernilai Rp
2000 milik PT. Rumpun Sari Anta (RSA) yang mendapatkan hukuman pidana 1 bulan
15 hari dengan masa percobaan 3 bulan. Sedang dalam kasus Panda Nababan yang
berkedudukan selaku sekretaris fraksi PDIP yang di duga menerima uang suap Rp
1,5 miliar dalam kasus travel cek dalam pemilihan Deputi Gubernur senior Bank
Indonesia pada tahun 2004 yang diungkap oleh jaksa penuntut umum komisi
pemberantasan korupsi (KPK) hanya diberi hukuman selama 1 tahun 5 bulan.
Menyedihkan sekali melihat para penegak hukum di Indonesia tidak berlaku adil
terhadap semua kalangan masyarakat.
Walaupun kasus ini masih diduga adanya rekayasa, tetapi kita bisa melihat
dengan menerima Rp 1,4 miliar para penegak hukum memberikan hukuman 1 tahun 5
bulan sangat tidak sebanding dengan kasus Nenek Minah yang hanya mengambil 3
buah biji kakao yang bernilai Rp 2000 yang kemudian mendapat hukuman selama 1
bulan 15 hari penjara.
Selain kasus-kasus yang terjadi pada kalangan atas dan kalangan
bawah. Hukum di Indonesia juga tercemar oleh para aparat hukum
seperti jaksa dan hakimnya. Kasusnya adalah seorang jaksa tidak bisa
membuktikan kesalahan seorang terdakwa di pengadilan, bahkan terakhir muncul
satu kasus dimana jaksa gagal melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum yang
baik setelah surat dakwaannya dinyatakan tidak dapat diterima. Adanya surat
dakwaan yang tidak dapat diterima oleh majelis hakim, menunjukkan bahwa jaksa
tersebut telah menjalankan tugasnya dengan tidak profesional dan bertanggung
jawab. Ironisnya tidak diterimanya surat dakwaan tersebut disebabkan karena
hampir sebagian besar tanda tangan di berita acara pemeriksaan (BAP) merupakan
tanda tangan palsu.
Hakim sebagai orang yang dianggap sebagai ujung tombak untuk mewujudkan
adanya keadilan, ternyata tidak luput juga dari cercaan masyarakat. Banyaknya
putusan yang dianggap tidak adil oleh masyarakat. Banyaknya kekecewaan terhadap
pengadilan (hakim) ini terkait dengan merebaknya isu mafia peradilan yang
terjadi di tubuh lembaga berlambang pengayoman tersebut. Institusi yang
seharusnya mengayomi hukum ini sempat menyeret nama pimpinan tertingginya
sebagai salah satu mafia peradilan. Sungguh ironis sekali kenyataan
yang kita lihat sampai hari ini, yang semakin membuat bopeng wajah hukum
Indonesia.
Ketiadaan keadilan ini merupakan akibat dari pengabaian hukum (diregardling
the law), ketidakhormatan pada hukum(disrespecting the law),
ketidakpercayaan pada hukum (distrusting the law) serta adanya
penyalahgunaan hukum (misuse of the law).
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar