nama : Erika Yuniarti
npm : 22212534
kelas : 2EB23
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Yang
berjudul “Hukum perjanjian”.
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas softskil mata kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi.
Dalam Penulisan makalah ini, dijelaskan pengertian dari standar kontark, jenis-jenis
perjanjian,dan masih banyak lagi materi mengenai hukum perjanjian. Dalam
penyusunan makalah ini saya berusaha menampilkan sesuatu yang mudah dimengerti
oleh siapapun. Sehingga isi materi makalah ini dapat diserap dengan baik oleh
para pembaca. Makalah ini diharapkan dapat memberikan ilmu serta informasi yang
membantu pembaca dalam menyusun proposal.
Saya
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan motivasi kepada saya sehingga makalah ini dapat tersususn dengan baik.
saya merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan
maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.saya juga menerima segala bentuk kritik dan saran yang
membangun agar makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Saya memohon maaf
apabila ada kesalahan yang disengaja ataupun tidak disengaja. Atas perhatiannya
kami mengucapkan terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum itu bertujuan
menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakatdan hukum itu harus pula
bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
B. Rumusan Masalah :
1. Apa
itu Hukum Perjanjian?
2. Apa
saja syarat-syarat hukum perjanjian ?
3. Apa
saja macam-macam hukum perjanjian ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Hukum
Perjanjian
2. Mengetahui syarat-syarat
hukum perjanjian
3. Mengertahui macam-macam
hukum perjanjian
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum perjanjian :
1. Standar kontrak
Pengertian :
Istilah perjanjian baku berasal dari
terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak
merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk
formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak,
terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.
Kontrak baku menurut Munir Fuadi
adalah : Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam
kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam
bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini
ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan
data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam
klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak
mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau
mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut,
sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. Sedangkan menurut Pareto,
suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi
lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan
menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien
jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat
keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang
memeprburuk.
Menurut Treitel, “freedom of contract” digunakan untuk merujuk kepada dua
asas umum (general principle). Asas umum yang pertama mengemukakan bahwa “hukum
tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak: asas
tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya
karena syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak.
Jadi ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak
untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat, dan yang kedua
bahwa pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu
perjnjian.
Intinya adalah bahwa kebebasan
berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia
ingin atau tidak ingin membuat perjanjian. Tanpa sepakat dari salah satu pihak
yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat tidak sah. Orang tidak
dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan
dipaksa adalah contradictio in terminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak
adanya sepakat. Yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan
pihak kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang
dimaksud atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud. Dengan
akibat transasksi yang diinginkan tidak dapat dilangsungkan. Inilah yang
terjadi dengan berlakunya perjanjian baku di dunia bisnis pada saat ini.Namun
kebebasan berkontrak diatas tidak dapat berlaku mutlak tanpa batas. Artinya
kebebasan berkontrak tidak tak terbatas.
Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Perjanjian menurut Pasal
1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih”. Ketentuan pasal ini sebenarnya kurang begitu
memuaskan, karena ada beberapa kelemahan. Kelemahan- kelemahan itu adalah
seperti diuraikan di bawah ini:
a.
Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari
perumusan, “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
atau lebih lainnya”.
b.
Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus
c.
Pengertian perjanjian terlalu luas
d.
Tanpa menyebut tujuan
e.
Ada bentuk tertentu, lisan dan tulisan
f.
Ada syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian,
seperti disebutkan di bawah ini:
·
syarat ada persekutuan kehendak
·
syarat kecakapan pihak- pihak
·
ada hal tertentu
·
ada kuasa yang halal
2. Macam-Macam
Perjanjian
Macam-macam
perjanjian obligator ialah sebagai berikut;
·
Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian
dengan beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata). Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata). Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
·
Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja. Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja. Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
·
Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
·
Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran
Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
3. Syarat-syarat sah perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka
perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan
pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya
suatu perjanjian, yaitu :
1. Sepakat mereka
yang mengikatkan dirinya
Syarat
pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan
antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh
karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu
adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut
dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian
tersebut dapat dibatalkan.
2. Kecakapan untuk
membuat suatu perikatan
Pada saat
penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau
cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang
disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah
orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah pengampunan.
3. Mengenai suatu hal
tertentu
Secara
yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui.
Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap
perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian
penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak
mengira-ngira.
4. Suatu sebab yang
halal
Setiap perjanjian
yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian
dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua
disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum
yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian
tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan
syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila
syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan
asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.
4. Saat lahirnya
perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
·
kesempatan penarikan kembali penawaran;
·
penentuan resiko;
·
saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
·
menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan
Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang
dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang
diperjanjikan.
Pada umumnya
perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud
konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara
para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan
persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa
yang disepakati.
Mariam Darus
Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang
disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak
yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima
penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi pertemuan
kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi
itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan
kontrak/perjanjian.
Ada beberapa
teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a.
Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat
atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain
kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b.
Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi
adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan
tanggal lahirnya kontrak.
c.
Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi
diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d.
Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada
saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau
dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada
alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya
kontrak.
5.
Pelaksanaan
perjanjian dan pembatalan perjanjian
Pengaturan
mengenai pelaksanaan kontrak dalam KUHP menjadi bagian dari pengaturan tentang
akibat suatu perjanjian, yaitu diatur dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341
KUHP. Pada umumnya dikatakan bahwa yang mempunyai tugas untuk melaksanakan
kontrak adalah mereka yang menjadi subjek dalam kontrak itu. Salah satu pasal
yang berhubungan langsung dengan pelaksanaannya ialah pasal 1338 ayat 3 yang
berbunyi ”suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan etiket baik.” Dari pasal
tersebut terkesan bahwa untuk melaksanakan kontrak harus mengindahkan etiket
baik saja, dan asas etiket baik terkesan hanya terletak pada fase atau
berkaitan dengan pelaksanaan kontrak, tidak ada fase-fase lainnya dalam proses
pembentukan kontrak.
·
Asas yang
mengikat dalam pelaksanaan kontrak
Hal-hal
yang mengikat dalam kaitan dengan pelaksanaan kontrak ialah :
Segala
sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan
undang-undang.
Hal-hal
yang menurut kebiasaan sesuatu yang diperjanjikan itu dapat menyingkirkan suatu
pasal undang-undang yang merupakan hukum pelengkap.
Bila
suatu hal tidak diatur oleh/dalam undang-undang dan belum juga dalam kebiasaan
karena kemungkinan belum ada, tidak begitu banyak dihadapi dalam praktek, maka
harus diciptakan penyelesaiannya menurut/dengan berpedoman pada kepatutan.
Pelaksanaan
kontrak harus sesuai dengan asas kepatutan, pemberlakuan asas tersebut dalam
suatu kontrak mengandung dua fungsi, yaitu :
Fungsi
melarang, artinya bahwa suatu kontrak yang bertentangan dengan asas kepatutan
itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan, contoh : dilarang membuat kontrak
pinjam-meminjam uang dengan bunga yang amat tinggi, bunga yang amat tinggi
tersebut bertentangan dengan asas kepatutan.
Fungsi
menambah, artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau dilaksanakan dengan
asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas kepatutan adalah untuk mengisi
kekosongan dalam pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa isian tersebut, maka
tujuan dibuatnya kontrak tidak akan tercapai.
·
Pembatalan
perjanjian yang menimbulkan kerugian
Pembelokan
pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh
kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut dikenal dengan sebutan wanprestasi atau ingkar
janji. Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban
sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu
seperti yang disebutkan dalam kontrak.
Ada tiga
bentuk ingkar janji, yaitu :
1.
Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2.
Terlambat memenuhi prestasi, dan
3.
Memenuhi prestasi secara tidak sah
Akibat
munculnya wanprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk
menuntut penggantian kerugian yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi.
Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada
pihak yang menderita kerugian.
Tuntutan
pihak yang dirugikan terhadap pihak yang menyebabkan kerugian berupa :
1.
Pemenuhan perikatan
2.
Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
3.
Ganti rugi
4.
Pembatalan persetujuan timbale balik, atau
5.
Pembatalan dengan ganti rugi
BAB III
PENUTUP
Perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Jadi, pada intinya tidak akan ada
kesepakatan yang mengikat seseorang dengan orang lain jika tidak ada perjanjian
yang disepakati oleh masing-masing pihak. Dengan secara garis besar hukum
perjanjian akan sah didepan hukum jika memenuhi syarat sahnya yaitu sebagai
berikut :
· Terdapat
kesepakatan antara dua belah pihak yang dibuat berdasarkan kesadaran dan tanpa
ada tekanan dari pihak manapun
· Kedua
belah pihak mampu membuat perjanjian dalam keadaan stabil dan tidak dalam
pengawasan pihak tertentu yang bisa membatalkan perjanjian
· Terdapat
suatu hal yang dijadikan sebagai objek yang jelas yang dapat dipertanggung
jawabkan
· Hukum
perjanjian dilakukan berdasarkan atas sebab yang benar sebagai niat baik dari
kedua belah pihak
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar