Nama : Erika Yuniarti
NPM : 22212534
Kelas : 2EB23
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Yang
berjudul “Perlindungan Konsumen”.
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas softskil mata kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi.
Dalam Penulisan makalah ini, dijelaskan pengertian dari standar kontark,
jenis-jenis perjanjian,dan masih banyak lagi materi mengenai hukum
perjanjian. Dalam penyusunan makalah ini saya berusaha menampilkan sesuatu
yang mudah dimengerti oleh siapapun. Sehingga isi materi makalah ini dapat
diserap dengan baik oleh para pembaca. Makalah ini diharapkan dapat memberikan
ilmu serta informasi yang membantu pembaca dalam menyusun proposal.
Saya
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan motivasi kepada saya sehingga makalah ini dapat tersususn dengan
baik. saya merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.saya juga menerima segala bentuk kritik dan saran
yang membangun agar makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Saya memohon
maaf apabila ada kesalahan yang disengaja ataupun tidak disengaja. Atas
perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.
PEMBAHASAN
Pengertian
Konsumen
Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan
Konsumsi, dari
bahasa Belanda consumptie, ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau
menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual
kembali (Jawa: kulakan), maka dia disebut pengecer atau distributor. Pada masa
sekarang ini bukan suatu rahasia lagi bahwa sebenarnya konsumen adalah raja
sebenarnya, oleh karena itu produsen yang memiliki prinsip holistic marketing
sudah seharusnya memperhatikan semua yang menjadi hak-hak konsumen
Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan
tujuan yang telah diyakini bias memberikan arahan dalam implementasinya di
tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan
konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat.
Asas perlindungan konsumen .
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas
perlindungan konsumen.
•Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
•Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.
•Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.
d.Asas keamanan dan keselamatan konsumen.
•Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan
kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
•Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hokum
dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta
Negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan perlindungan konsumen
Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan
perlindungan konsumen adalah sebagai berikut:
• Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
• mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
• Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak-
haknya sebagai konsumen.
• Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
• Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
• Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak Konsumen adalah :
-Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa
-Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan
-Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa
-Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan
-Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut
-Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
-Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
-Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya
-Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya’
Kewajiban konsumen adalah :
-membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
-beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
-membayar dengan nilai tukar yang disepakati
-mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha adalah :
-hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
-hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikat tidak baik;
-hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiakan
hukum sengketa konsumen;
-hak untuk rehabilitasi nama baik apbila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
-hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban pelaku usaha adalah :
-beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
-memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan;
-memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
-menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
-memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang
dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
-memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
-memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam
Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-etentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3
kelompok, yakni:
-larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
-larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
-larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)
Mari kita bahas satu per satu. Yang pertama ialah larangan bagi pelaku
usaha dalam kegiatan produksi. Ada 10 larangan bagi pelaku usaha
sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha
dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
-tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
-tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
-tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
-tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut;
-tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses
pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan
dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
-tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
-tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
-tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
“halal” yang dicantumkan dalam label;
-tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain
untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
-tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tiap bidang usaha diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha
di bidang makanan dan minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
Tak jarang pula, tiap daerah memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang
diatur melalui Peraturan Daerah. Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku,
pelaku usaha juga wajib memiliki itikad baik dalam berusaha. Segala janji-janji
yang disampaikan kepada konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus
dipenuhi.
Selain itu, ayat (2) dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut:
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat
atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan
yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan
informasi secara lengkap dan benar.
UU PK tidak memberikan keterangan yang jelas mengenai apa itu rusak,
cacat, bekas dan tercemar. Bila kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia,
istilah-istilah tersebut diartikan sebagai berikut:
Rusak: sudah tidak sempurna (baik, utuh) lagi.
Cacat: kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau
kurang sempurna.
Bekas: sudah pernah dipakai.
Tercemar: menjadi cemar (rusak, tidak baik lagi)
Ternyata cukup sulit untuk membedakan rusak, cacat dan tercemar. Menurut
saya rusak berarti benda tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Cacat
berarti benda tersebut masih dapat digunakan, namun fungsinya sudah berkurang.
Sedangkan tercemar berarti pada awalnya benda tersebut baik dan utuh. Namun ada
sesuatu diluar benda tersebut yang bersatu dengan benda itu sehingga fungsinya
berkurang atau tidak berfungsi lagi.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Hukum tentang tanggung jawab produk ini termasuk dalam perbuatan melanggar
hukum tetapi diimbuhi dengan tanggung jawab mutlak (strict liability), tanpa
melihat apakah ada unsur kesalahan pada pihak pelaku. Dalam kondisi demikian
terlihat bahwa adagium caveat emptor (konsumen bertanggung jawab telah
ditinggalkan) dan kini berlaku caveat venditor (pelaku usaha bertanggung
jawab).
Istilah Product Liability (Tanggung Jawab Produk) baru dikenal sekitar 60
tahun yang lalu dalam dunia perasuransian di Amerika Serikat, sehubungan dengan
dimulainya produksi bahan makanan secara besar-besaran. Baik kalangan produsen
(Producer and manufacture) maupun penjual (seller, distributor) mengasuransikan
barang-barangnya terhadap kemungkinan adanya resiko akibat produk-produk yang
cacat atau menimbulkan kerugian tehadap konsumen.
Produk secara umum diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat
dilihat, dipegang (tangible goods), baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak. Namun dalam kaitan dengan masalah tanggung jawab produser (Product
Liability) produk bukan hanya berupa tangible goods tapi juga termasuk yang
bersifat intangible seperti listrik, produk alami (mis. Makanan binatang
piaraan dengan jenis binatang lain), tulisan (mis. Peta penerbangan yang
diproduksi secara masal), atau perlengkapan tetap pada rumah real estate (mis. Rumah).
Selanjutnya, termasuk dalam pengertian produk tersebut tidak semata-mata suatu
produk yang sudah jadi secara keseluruhan, tapi juga termasuk komponen suku
cadang.
Tanggung jawab produk (product liability), menurut Hursh bahwa product
liability is the liability of manufacturer, processor or non-manufacturing
seller for injury to the person or property of a buyer third party, caused by
product which has been sold. Perkins Coie juga menyatakan Product Liability:
The liability of the manufacturer or others in the chain of distribution of a
product to a person injured by the use of product
Dengan demikian, yang dimaksud dengan product liability adalah suatu
tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu
produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam
suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (processor, assembler) atau orang
atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut.
Bahkan dilihat dari konvensi tentang product liability di atas, berlakunya
konvensi tersebut diperluas terhadap orang/badan yang terlibat dalam rangkaian
komersial tentang persiapan atau penyebaran dari produk, termasuk para
pengusaha, bengkel dan pergudangan. Demikian juga dengan para agen dan pekerja
dari badan-badan usaha di atas. Tanggung jawab tersebut sehubungan dengan
produk yang cacat sehingga menyebabkan atau turut menyebabkan kerugian bagi
pihak lain (konsumen), baik kerugian badaniah, kematian maupun harta benda.
Sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
Sanksi Perdata
:
•Ganti rugi dalam bentuk :
-Pengembalian uang atau
-Penggantian barang atau
-Perawatan kesehatan, dan/atau
-Pemberian santunan
•Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi
Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika
melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
•Kurungan :
Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar -rupiah) (Pasal
8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b,c, dan e dan Pasal 18
-Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
(Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1)huruf d dan f
•Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang
Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap
atau kematian
•Hukuman tambahan , antara lain :
-Pengumuman keputusan Hakim
-Pencabutan izin usaha;
-Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
-Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
-Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .
DAFTAR PUSTAKA
http://pipp.rembangkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=63:perlindungan-konsumen&catid=3:newsflash
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:tE1fvrTeSW8J:www.tunardy.com/perbuatan-yang-dilarang-bagi-pelaku-usaha-bagian-1/+perbuatan+yang+dilarang+bagi+pelaku+usaha&cd=5&hl=id&ct=clnk&gl=id
http://novianichsanudin.blogspot.com/2011/03/tanggung-jawab-pelaku-usaha.html
https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:iKhGZaPDN_oJ:amalmey.files.wordpress.com/2011/10/perlindungan-konsumen2.doc+sanksi+pelaku+usaha+konsumen&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESgChXtwe0e0d-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar